![](https://pekatnews.com/uploads/images/image_default_60cacd28f1056.jpg)
Melihat putusan Pengadilan Tinggi DKI nomor 10/Pid.Sus-TPK/2021/PT DKI yang berjumlah 174 halaman atas kasus Jaksa Pinangki Sirna Malasari yang menarik untuk dikaji adalah pertimbangan hukum hakim yang terkecoh masuk ke ranah yang tidak tepat, ini disampaikan Ketua Asosiasi Ilmuan Praktisi Hukum Indonesia Azmi Syahputra kepada media ini lewat press relisnya.
Ia menilai, Majelis hakim tidak menyadari betapa bahaya dampak atas konspirasi perbuatan Jaksa Pinangki ironisnya lagi Majelis Hakim lebih abai dengan membuat putusan pidana dari 10 tahun menjadi 4 Tahun penjara.
Lihat saja dalam pertimbangan majelis hakim pengadilan Tinggi DKI dalam putusannya majelis hakimnya sebagian besar menyetujui pertimbangan hukum pada Pengadilan Negeri Tipikor Jakarta Pusat, namun majelis hakim hanya berbeda sepanjang untuk mengurangi lamanya masa pidana sebagaimana pertimbangan hukum yang termuat di halaman 141 sd 142 putusan tersebut.
" ini bukanlah pertimbangan hukum yang tepat, kurang bijaksana, hakim salah mengartikan makna keyakinan hakim dalam membuat pertimbangan hukumnya, jadi pintu masuk dalam putusan itu semestinya adalah perbuatan pelaku dan modus operandinya, mengingat peran utama jaksa pinangki serta ini kasus tindak pidana korupsi yang telah membahayakan wajah lembaga penegak hukum dan ini dilakukan dengan sengaja, terencana dan berkoloborasi dengan berbagai elemen serta memperlihatkan bahwa hukum di perjual belikan oleh orang hukum sendiri".
Seharusnya Majelis hakim Pengadilan Tinggi menyadari bila penegak hukum yang melakukan tindak pidana korupsi harus dijatuhi hukuman lebih tinggi misal bisa menerapkan dua kali lipat bahkan 3 kali lipat dari tuntutan JPU , sesuaikan lah atas fakta kejahatan yang terungkap di persidangan, mengingat peran utama Pinangki yang jadi tim leader terkait kasus pengurusan kasus Djoko Tjandra apalagi perannya tersebut sangat bertentangan dengan kapasitasnya sebagai seorang penegak hukum ,ditambah lagi secara sosiologis saat ini negara sedang gencar-gencarnya berperang dalam pemberatasan tindak pidana korupsi.
"Majelis hakim kurang peka, keliru menempatkan keyakinannya, tidak mempertimbangkan dengan cermat dan terkesan lalai melihat karakteristik dalam kasus ini dengan segala dampaknya karena ke khasan dalam kasus ini dilakukan oleh oknum yang berjejaring dengan "oknum penegak hukumnya menjual hukum seperti di pasar".
Karenanya putusan Majelis Hakim pengadilan DKI tersebut masih jauh dari harapan masyarakat. Sebab menurutnya, kasus yang dilakukan oleh Jaksa Pinangki bukanlah perkara biasa, melainkan berkaitan dengan status penegak hukum yang notabene harus memberikan contoh kepada masyarakat bahkan dampak perbuatan yang dilakukannya merusak image kualitas penegak hukum termasuk berdampak pada lembaga penegak hukum
Akibat ini kan lebih berbahaya karena masyarakat semakin tidak percaya pada penegak hukum, anehnya kok majelis hakim PT DKI dalam kasus ini malah memberi diskon dengan alasan berdasarkan tuntutan Jaksa yang sudah mewakili negara dan dianggap mencerminkan keadilan, ini kekeliruan vonis, alasan yang dicari cari dan terkesan ala kadarnya, ,"ini namanya majelis hakim rasa jaksa "
Disarankan terkait putusan majelis Pengadilan Tinggi DKI dalam kasus ini , majelis hakim layak untuk diperiksa badan pengawas Mahkamah Agung maupun Komisi Yudisial , dan mendorong Jaksa untuk melakukan Kasasi ,demi memenuhi rasa keadilan hukum.
Azmi Syahputra
Ketua Asosiasi Ilmuan Praktisi Hukum Indonesia(Alpha).
Post a Comment